Alizar Tanjung
Poster wanted muncul di salah satu grup wa. “Wanted Gubernur Sumatera Barat”. Tertulis dengan huruf hitam bold dengan latar cream. Di tengahnya di pasang foto Mahyeldi bergaya foto retro.
“Bagi yang menemukan tolong kabarkan bahwa masyarakat Aia Bangih menunggu. Harus berapa nyawa Gubernur Sumatera Barat mau menerima massa aksi?” Itu isi pesan yang tertulis di bagian bawah poster.
Gubernur diberitakan media lebih memilih menemui presiden partai daripada menemui masyarakat Aia Bangih.
Poster-poster wanted ini juga dimunculkan oleh portal-portal berita. Berita-berita yang bernada sama kemudian dibagikan di grup-grup wa.
Kalau menengok kepada kata wanted ini, ini tentu sudah ucapan sarkas. Wanted diidentikkan dengan penguasa bertangan dingin. Enggak peduli dengan masyarakatnya sendiri. Apa begitu betul Gubernur Sumbar ini? Tak pandai saya menjawabnya. Hati nurani kita masing-masing saja yang bisa menjawab.
Terlepas dari benar atau salah poster wanted. Apakah memang pantas poster wanted ini disematkan kepada daerah yang notabene masyarakat kita yang memilihnya. Ya, sudah lah. Pulangkan saja kepada kepala masing-masing yang merasa paling benar. Uhui.
Berbagai tanggapan muncul dalam grup. Segala yang teringat kepala terlintas di pikiran dituangkan dalam grup. Ada yang menanggapi dengan sarkas. Adapula yang menanggapi dengan sentuhan-sentuhan politis. Semisal bunyinya begini. Tahun 2024 satu lawan satu.
Komentar tak berujung, ibarat orang maota lapau, yang penting ngomong dulu soal isi itu nanti, bukan lagi rahasia umum. Begitu juga seputar poster wanted. Ada yang membela, ada yang menjatuhkan, ada yang ha-ha-hi-hi.
Sebagian yang hatinya tersentuh, langsung turun ke lapangan melihat ke lokasi. ikut memberikan solusi makanan dan tempat berteduh bagi para pendemo yang kedinginan setelah berhujan-hujan.
Gubernur akhir menemui perwakilan masyarakat Aia Bangih. Ada yang ditemui dalam ruangan. Ada yang ditemui di waktu subuh di Masjid Raya Sumbar.
Beragam komentar kembali bermunculan. Masyarakat menuntut menandatangani petisi. Isi petisi sudah beredar di berita-berita media. Silahkan saudara-saudara lacak saja. Petisi tidak ditandatangani, pendemo melanjutkan demo. Sekarang sudah masuk hari ketiga saja demo.
Tentu api dalam grup enggak padam-padam juga. Kayu terus saja disilangkan dalam grup wa. Bertengkar dan bersilat lidah lah berbagai kepentingan dalam grup. Kalau enggak bersilat lidah enggak asyik. Yang penting berkomentar, mencikaroi dulu. Benar dan salah itu soal nanti. Ya begitulah ota lapau.[]