“Main tiktok kalau ndak bapandai-pandai bisa bertengkar sama bini. Kalau saya sama bini damai-damai saja.”
Mimo, kau barangkali sudah mendengkur jam segini. Selamat tidur saja dan mimpi panjang tentang ikan sarden. Wusss pasti enak.
Jam satu dini hari baru saja lewat di langit Lubuk Selasih. Hujan sudah mulai turun. Dan saya memutuskan berhenti. Mata yang sudah terkantuk-kantuk ayam dan tubuh yang sempoyongan membuat saya harus sadar diri. Pilihannya rehat sejenak, baru bakal jalan lagi biasanya selepas subuh.
Saya berhenti di kedai gorengan 24 jam. Tepat di samping pertamina. Memesan pargedel jagung, martabak tahu, gorengan tahu, beberapa buah cabai rawit muda, serta setengah gelas kopi susu. Sementara di pojok ujung sisi kiri saya, seseorang sedang teriak-teriak sendiri, tertawa sendiri, heboh sendiri. Rupanya sedang sibuk bermain tiktok.
Saya sesekali nyeletuk. “Terdengar saja sampai ke ujung,” kata seorang pemuda yang baru saja datang. Perkataannya merujuk betapa nyaringnya suara orang yang bertiktok ria. “Iya keras sekali suaranya,” ujar saya menanggapi. “Itu pula kesenangannya Da.” Pemuda menyahut katanya. “Benar pula itu. Tiktok bisa pula menghasilkan uang.”
Seseorang yang bermain tiktok, usai sudah. Dia menyahut obrolan kami. “Main tiktok harus kuat-kuat. Kalau ndak bermasalah sama bini.” Dia bilang namanya Pak Ogah. Nama itu rupanya nama artis yang dia pakai untuk akun tiktoknya. []